Senin, 07 Desember 2009

Tugas Ekonomi, Uang dan Bank

http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-12312421421421412-zulfiskend-546


Analisis pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito terhadap portofolio optimum saham-saham blue chips di bursa efek/ -- 2005

Analysis Influences of Inflation, Exchange Rate and Deposit Rate on Optimum Portfolio Blue-Chips Stock at Jakarta Stock Exchange

Master Theses from MBIPB / 2008-09-15 15:38:45
Oleh : Zulfi Skendra, MB-IPB
Dibuat : 2008-09-15, dengan 1 file

Keyword : Blue-chips, BEJ, Portofolio Optimum, Indeks Tunggal, Return Saham, Return Pasar, ERB, C, Indeks Sharpe, Indeks Treynor, Indeks Jensen, Studi Kasus.
Subjek : MANAJEMEN KEUANGAN
Nomor Panggil (DDC) : 26(26) Ske a


RINGKASAN EKSEKUTIF

ZULFI SKENDRA, 2005. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Bunga Deposito Terhadap Portofolio Optimum Saham-Saham Blue-chips di Bursa Efek Jakarta Dibawah bimbingan DJONI TANOPRUWITO dan SRI HARTOYO


Investasi saham di pasar modal tidak terlepas dari unsur return dan resiko (risk). Dua unsur ini memiliki hubungan yang positif; dimana semakin tinggi pendapatan yang akan diterima dari suatu investasi, maka semakin besar pula resikonya. Investor perlu melakukan kajian kondisi perusahaan sebelum memutuskan untuk membeli atau menjual saham.

Tidak semua perusahaan yang terdaftar di BEJ membukukan laba bersih, hanya perusahaan yang mempunyai likuiditas tinggi dan nilai kapitalisasi pasar yang baik yang dapat bertahan. Perusahaan ini dikategorikan kedalam saham-saham unggulan (blue-chips)

Pertanyaan yang timbul disini adalah apakah saham-saham unggulan ini sudah mempunyai portofolio yang optimum, yaitu portofolio yang memberikan kemungkinan hasil tertinggi bagi suatu derajat resiko tertentu atau resiko yang paling rendah. Teori portofolio pertama kali dikemukakan oleh Harry Markowitz pada tahun 1956, kemudian mengalami pengembangan dan penyederhanaan yang membawa dampak besar pada implementasi teori tersebut dalam dunia keuangan. Salah satu model yang bisa dipergunakan dalam analisis portofolio adalah model indek tunggal. Pemakaian model indeks tunggal bisa meredusir jumlah variabel yang perlu di taksir, karena itu tidak perlu lagi ditaksir koefisien korelasi untuk menaksir deviasi standar portofolio. Beta yang dihasilkan juga merupakan variabel yang relatif stabil. Bagi pelaku pasar aspek keeratan hubungan antara model portofolio sekuritas yang dibentuk dengan pasar modal yang dicerminkan oleh koefisien determinasi (R-q) perlu diperhatikan.

Faktor makro ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja saham. Seperti dikemukakan oleh Syahrir (1995), kondisi makro sangat besar pengaruhnya, salah satunya adalah inflasi, maka indeks pasar tersebut juga terpengaruh oleh inflasi. Rizaldi (2000) juga menyampaikan hal yang sama, dimana inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saham.

Informasi mengenai analisis pasar modal yang akurat perlu tersedia dalam upaya menarik minat investor. Informasi ini dapat menjadi pedoman bagi investor dalam mengambil keputusan investasi. Kendala-kendala yang masih dihadapi investor dalam kegiatan ini banyak sekali, salah satunya adalah:1. Fungsi dari return saham apa yang dapat digunakan dalam model indeks tunggal yang mempunyai derajat keeratan hubungan dengan pasar modal paling baik? 2. Bagaimana pengaruh penerapan portofolio optimum model indeks tunggal pada saham-saham blue-chips di BEJ? 3. Bagaimana pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito terhadap return pasar maupun return saham? 4. Bagaimana pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito terhadap jumlah jenis saham yang memenuhi portofolio optimum model indeks tunggal?

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kombinasi fungsi dari return saham dalam model indeks tunggal yang mempunyai derajat hubungan dengan pasar modal yang lebih baik atau layak digunakan untuk analisis portofolio. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi berapa jumlah jenis saham yang memenuhi portofolio optimum model indeks tunggal untuk saham-saham blue-chips di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan menganalisa sejauh mana pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito terhadap return pasar maupun return saham. Akhirnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan jumlah jenis saham yang memenuhi portofolio optimum model indeks tunggal dengan memasukkan variabel inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito.

Penelitian ini merupakan studi kasus, yaitu kasus Bursa Efek Jakarta (BEJ) khususnya masalah portofolio. Jenis saham yang dijadikan sample adalah saham-saham unggulan (blue- chips) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dari kelompok LQ-45 pada periode tahun 2002 dan 2004 diambil 10 perusahaan dengan kategori blue chips (saham-saham unggulan) sebagai sampel penelitian dengan cara purposive.

Beberapa faktor atau kondisi yang mempengaruhi saham antara lain faktor fundamental, faktor teknis, faktor psikologis dan faktor spekulasi. Penelitian ini hanya berfokus kepada faktor eksternal, karena faktor ini tidak dapat dimanipulasi oleh pihak perusahaan dalam menjaring investor. Faktor eksternal yang paling berpengaruh adalah faktor makro ekonomi. Beberapa penelitian sudah dilakukan tentang pengaruh faktor makro ekonomi ini terhadap kinerja saham, salah satunya adalah Rizaldi (2000). Hasil penelitian Rizaldi (2000); inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saham. Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari hasil yang telah dilakukan oleh Rizaldi (2000), dimana faktor inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito yang mempengaruhi kinerja saham dilihat juga pengaruhnya terhadap portofolio omtimum khususnya untuk saham-saham blue-chips di Bursa Efek Jakarta.

Pengolahan dan analisis data dimulai dengan membentuk spesifikasi dari return saham. Data diolah dengan program Minitab versi 11. Dibutuhkan beberapa variabel untuk menentukan jenis saham yang masuk dalam portofolio optimum antara lain: return saham, excess return to beta ratio (ERB) dan cut off rate (C). Jenis saham yang masuk dalam portofolio optimum adalah saham yang memiliki nilai ERB > C.

Setelah ditentukan kandidat saham yang masuk dalam kriteria efisien, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan proporsi dana dari masing-masing saham dalam portofolio.

Untuk mengestimasi pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah dan bunga deposito terhadap return pasar maupun return saham digunakan persamaan simultan. Masing-masing portofolio yang terbentuk diukur kinerjanya dari tiga pendekatan yaitu: Indeks Sharpe, Indeks Treynor dan Indeks Jensen.

Terdapat delapan kombinasi yang memungkinkan untuk perhitungan return saham. Hasil kombinasi dari return saham yang dihitung dari harga penutupan akhir bulan atau monthly closing price (Rit(c)) dengan return pasar yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Saham Gabungan (Rmt(IHSG)); pendekatan standard (fungsi return saham 1); memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan fungsi lainnya. Untuk pembahasan selanjutnya fungsi return saham ini yang akan digunakan untuk analisis portofolio saham.

Semua perusahaan sampel (blue-chips) mampu menghasilkan return saham rata-rata positif. Saham ASII dan AALI menduduki peringkat atas jika dilihat dari return saham rata-rata; sebaliknya saham INDF menduduki peringkat paling bawah untuk seluruh saham sampel perusahaan (saham blue-chips) dari kurun waktu 2002-2004. Meskipun nilai mean return positif, ternyata excess return-nya ada yang negatif. Saham tersebut adalah saham GGRM dan saham INDF. Investor yang membeli saham yang memiliki excess return negatif termasuk kedalam investor yang tidak rasional. Dari 10 jenis saham yang diteliti, ternyata terdapat 8 jenis saham yang positif excess return-nya, yaitu: saham ASII, AALI, ISAT, TLKM, SMGR, RALS, UNVR dan HMSP. Investor yang membeli ke delapan jenis saham tersebut adalah investor yang rasional, karena investasi mereka dalam bentuk saham lebih menguntungkan dibanding jika ditabung (saving).

Rata-rata nilai beta saham berada diatas 1 (1,071) dan nilainya selalu positif; ; artinya saham tersebut tergolong kedalam saham yang agresif (agresif stock), karena saham tersebut merupakan saham yang sangat peka terhadap perubahan pasar. Ada 2 saham yang nilai beta-nya lebih kecil dari satu, saham ini digolongkan kedalam saham yang defensif (devensive stock), yaitu saham yang kurang peka terhadap perubahan pasar. Saham tersebut adalah saham SMGR dan UNVR.

Sesuai dengan kriteria yang telah dikemukakan bahwa jika suatu saham memiliki nilai ERB>C maka jenis saham tersebut masuk kedalam portofolio optimum model indeks tunggal. Ternyata hanya lima saham dari sepuluh saham perusahaan yang menjadi sampel penelitian yang memenuhi kriteria tersebut, yaitu: saham ASII, AALI, ISAT, TLKM dan SMGR.

Terlihat bahwa dalam kondisi ekonomi yang sedang bergerak ke arah perbaikan akibat dari resesi ekonomi yang melanda Indonesia dalam tahun-tahun belakangan ini, ini kelima perusahaan ini masih mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari tingkat resiko pasar yang terjadi.

Proporsi dana dari masing-masing saham dalam portofolio; AALI menduduki peringkat pertama, diikuti oleh TLKM, SMGR, ASII dan terakhir ISAT. Keadaan ini dikarenakan saham Astra Agro Lestari mempunyai tingkat keuntungan bebas resiko yang dibandingkan dengan resiko sistematik dari pasar lebih besar dari saham lainnya dalam portofolio1. Sementara nilai resiko pasar paling kecil jika dibandingkan saham lainnya. Saham lainnya membagi angka nilai proporsi dana yang hampir merata, yaitu antara 15%-19%.

Inflasi dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap return pasar (IHSG), sebaliknya indeks nilai tukar, indeks nilai tukar bulan sebelumnya serta bunga bunga deposito pemerintah berpengaruh secara nyata.

Nilai F-hitung yang diperoleh dari hasil perhitungan untuk regresi analisis II menunjukkkan bahwa F-hitung (7.30) lebih besar daripada F-tabel (4.49)pada selang kepercayaan 99%. Uji-t menunjukkan bahwa variabel indeks nilai tukar (NT), indeks nilai tukar bulan sebelumnya (NT-1) dan bunga deposito pemerintah (B Dpst Pmrt) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99%. Inflasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap return pasar (IHSG). Nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 49,3, menunjukkan bahwa variabel bebas dapat menerangkan 49,3 % dari variasi return pasar. Pada model tidak terlihat adanya kolonier ganda yang serius karena koefisisen determinasi (R-sq) selalu lebih besar dari koefisien korelasi partialnya (r-sq). Nilai Dw-hitung (2,45) lebih besar dari dL(1,28); hal ini menunjukkan bahwa dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi, baik itu positif maupun negatif.

Inflasi berpengaruh positif terhadap return pasar, keadaan ini terjadi karena jika inflasi bergerak naik menyebabkan harga output juga naik, pendapatan perusahaan akan naik, kinerja perusahaan naik, harga saham naik, indeks harga saham gabungan naik; begitu juga sebaliknya.

Indeks nilai tukar pada bulan bersangkutan berpengaruh positif terhadap return pasar (IHSG), hal ini dikarenakan peningkatan indeks nilai tukar (rupiah semakin menguat) pada bulan bersangkutan akan menyebabkan nilai jual barang semakin rendah, permintaan ekspor akan semakin tinggi, pendapatan perusahaan akan naik (terutama parusahaan yang berorientasi ekspor). Kinerja perusahaan juga akan bertambah yang pada akhirnya harga saham akan naik. Harga saham naik mengakibatkan Indeks harga saham gabungan juga naik, yang pada akhirnya return pasar (IHSG) juga bergerak naik.

Indeks nilai tukar bulan lalu berpengaruh negatif terhadap return pasar (IHSG), hal ini dikarenakan peningkatan indeks nilai tukar bulan lalu (t-1) (rupiah menguat), menyebabkan investor lebih memilih untuk investasi dalam bentuk dollar (harga dollar semakin rendah). Permintaan terhadap saham menjadi turun, harga saham turun yang diikuti oleh penurunan indeks harga saham; pada akhirnya return pasar juga turun.

Bunga deposito pemerintah berpengaruh negatif terhadap return saham (IHSG), hal ini dikarenakan peningkatan nilai bunga deposito pemerintah menyebabkan permintaan terhadap deposito bertambah dan disisi lain permintaan terhadap saham berkurang (pemodal lebih tertarik menanam di bank); akhirnya harga saham akan turun dan IHSG juga turun. Turunnya IHSG akan menyebabkan return pasar juga menurun.

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa jenis saham yang masuk dalam portofolio optimum dengan adanya pengaruh inflasi, nilai tukar dan bunga deposito ternyata bertambah. Jenis saham yang masuk dalam kriteria optimum adalah saham ASII, AALI, ISAT, TLKM, SMGR dan UNVR. Terjadi penambahan saham yang masuk kriteria portofolio optimum, yaitu saham UNVR. Langkah selanjutnya adalah menentukan proporsi dana dalam model portofolio 2. Saham TLKM menduduki peringkat pertama, diikuti oleh AALI, ISAT, ASII, SMGR dan terakhir UNVR.

Pengaruh inflasi, nilai tukar dan bunga deposito terhadap return pasar, mempengaruhi pula tingkat keuntungan dan resiko yang diterima oleh masing-masing saham. Telkom yang tadinya berada diperingkat dua sekarang menjadi peringkat pertama, Indosat yang tadinya peringkat terakhir sekarang menjadi peringkat tiga. Proporsi dana hampir merata nilainya untuk semua saham blue-chips yang diteliti, kecuali Unilever. Keadaan ini terjadi karena Unilever mempunyai tingkat keuntungan dan resiko yang dihadapi hampir sama.

Berdasarkan nilai indeks Sharpe pada portofolio 1, saham TLKM menduduki peringkat pertama, yang diikuti oleh ISAT, ASII, AALI dan SMGR. Artinya bahwa jika investor ingin menanamkan sahamnya pada satu jenis saham saja maka saham Telkom bisa menjadi prioritas dalam pertimbangan. Pada portofolio 2, saham TLKM kembali menduduki peringkat pertama, kemudian diikuti oleh ASII, ISAT, AALI, SMGR dan UNVR.

Jika diperhatikan indeks Sharpe dengan mengunakan portofolio I dan 2 terdapat perubahan yang besar, walaupun sama-sama menempatkan Telkom sebagai prioritas pertama, tetapi nilainya sangat jauh berbeda. Pada portofolio 2 nilai indeks Sharpe hampir merata untuk semua jenis saham, sedangkan pada portofolio 1 sebaliknya.

Sesuai dengan kriterianya, untuk kedua jenis portofolio nilai indeks Treynor tidak begitu berbeda jauh. Astra Agro Lestari menduduki peringkat pertama untuk kedua portofolio; artinya jika investor ingin menanamkan sahamnya pada berbagai portofolio saham Astra Agro Lestari bisa jadi prioritas pertama diikuti oleh Semen Gresik, Astra Internasional, Indosat, Telkom dan Unilever. Rata-rata nilai indeks Treynor untuk portofolio 1 lebih kecil dari dari portofolio 2, hal ini disebabkan oleh rata-rata nilai beta untuk portofolio 1 lebih besar jika dibandingkan dengan portofolio 2

Hasil perhitungan indeks Jensen untuk portofolio 1 menempatkan Astra Agro Lestari sebagai peringkat pertama yang kemudian diikuti oleh Astra Internasional, Indosat, Semen Gresik dan Telkom. Pada portofolio 2, menempatkan Astra Internasional sebagai peringkat pertama, yang kemudian diikuti oleh Astra Agro Lestari, Indosat, Semen Gresik, Telkom dan Unilever. Terdapat perbedaan nilai indeks Jensen untuk kedua portofolio; kedua portofolio memberikan nilai positif yang artinya bahwa keuntungan aktual dari suatu portofolio lebih besar dari keuntungan yang sesuai dengan persamaan SML (Security Market Line).

Bagi pelaku pasar yang membentuk portofolio dari sekuritas untuk pasar yang baru tumbuh seperti BEJ, aspek keeratan hubungan antara return saham dengan return pasar perlu diperhatikan. Semakin lemah hubungan keeratan semakin bias antara pengembalian yang diharapkan dengan pengembalian aktual.

Bagi investor di bursa efek, jangan terpaku pada kapitalisme pasar dan capital gain atau dengan kata lain jangan terpaku kepada saham-saham yang laris (blue-chips) saja. Terbukti bahwa tidak semua saham blue-chips masuk kedalam kriteria portofolio optimum.

Investor hendaknya mampu mewaspadai fenomena nilai tukar (Nt dan Nt-1) dan bunga deposito pemerintah. Ketiga indikator tersebut berpengaruh terhadap return pasar. Jika bunga deposito dan nilai tukar naik dan berlanjut dalam jangka panjang sebaiknya menjual saham, atau mendiversifikasikan portofolionya agar resiko dapat diminimumkan.

Sangat diperlukan penelitian lanjutan untuk mencari kombinasi antara return saham dan return pasar yang memberikan nilai koefisien determinasi yang lebih baik (derajat keeratan hubungan yang lebih tinggi). Diharapkan nantinya bias antara pengembalian yang diharapkan dengan pengembalian aktual dapat dikurangi.

Penelitian ini hanya terfokus kepada pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah, dan bunga deposito terhadap return pasar maupun return saham. Pengaruh faktor-faktor lain terhadap return pasar maupun return saham masih cukup banyak, hal ini memberi peluang untuk penelitian lebih lanjut.
Deskripsi Alternatif :

Analysis Influences of Inflation, Exchange Rate and Deposit Rate on Optimum Portfolio Blue-Chips Stock at Jakarta Stock Exchange